Hutan Indonesia merupakan hutan yang kedua terbesar di dunia setelah Brasil. Lebih dari tiga decade dengan exploitasi hutan tanpa terkendali membuat hutan-hutan tersebut semakin hilang dengan tingkat yang sangat menghawatirkan. Berdasarkan studi terakhir mengindikasikan bahwa apabila tingkat kerusakan hutan tidak dapat ditahan, maka hutan yang tersisa akan hilang dalam waktu 10 – 15 tahun.
Selama bertahun-tahun Komisi Eropa telah membangun substansi program pembangunan kerjasama dengan Pemerintah Indonesia di sektor Kehutanan. Sebelumnya dikenal program kerjasama Program Kehutanan EC-Indonesia (ECIFP/EC-Indonesian Forestry Program) yang didasarkan pada keperluan untuk melindungi dan mengelola secara lestari sumber daya hutan dengan memperhatikan kesejahteraan masyarakat setempat, pembangunan umum ekonomi Indonesia dan ekonomi global. ECIFP terdiri dari tujuah proyek dan satu kantor penghubung (Liaison Office) yang secara total kontribusi bernilai sekitar 120 juta Euro. Pada saat sekarang tinggal hanya satu proyek aktif tersisa yaitu Proyek Pengelolaan Kebakaran Hutan Sumatera Selatan (South Sumatra Forest Fire Management Project/SSFFMP).
Komitment EC untuk Indonesia
Respon dari Pemerintah Indonesia pada pertemuan CGI bulan Februari 2000 di Jakarta adalah Pemerintah akan melaksanakan aksi secara berkelanjutan dalam rangka menanggulangi isu-isu utama dan membangun pendekatan baru dalam pengelolaan sektor kehutanan. Salah satu komitmen Pemerintah Indonesia adalah untuk memerangi pembalakan liar, khususnya di Taman Nasional. Sejak itu, Departemen Kehutanan telah melakukan tugas dan kewajibannya, akan tetapi saat itu hasil keberhasilan yang diperoleh masih terbatas.
ITTO, MFP dan Bappenas/NRM telah melakukan studi perkiraan suplai dan kebutuhan kayu terhadap kapasitas industri dan perkiraan kelestarian suplai kayu yang diharapkan dengan menggunakan beberapa skenario. Hasil dari studi mengidentifikasikan bahwa terjadi tren kelebihan kapasitas di sektor industri kehutanan dibandingkan dengan kelestarian suplai bahan baku dan direkomendasikan beberapa alternatif pilihan untuk penanggulangan ketidakseimbangan suplai dan kebutuhan tersebut pada saat sekarang dan di masa mendatang. Salah satu hasil studi tersebut adalah Departemen Kehutanan telah membuat Kelompok Kerja yang bertugas melakukan analisa lebih jauh terhadap kondisi Industri Kehutanan di Indonesia dan membuat rekomendasi-rekomendasi khusus terhadap revitilasi/rekonstruksi Industri Kayu dalam rangka kesesuaian kondisi suplai kayu sekarang dan untuk masa mendatang.
Tahun 1998 pembalakan liar menjadi hal pertama yang diangkat sebagai masalah serius di tingkat internasional dalam pertemuan menteri luar negeri G8 pada ”Action Programme on Forest”. Pada bulan April 2002, Uni Eropa menjadi tuan rumah pelaksanaan internasional lokakarya untuk membahas bagaimana Uni Eropa seharusnya memberantas pembalakan liar. Pada tahun yang sama di pertemuan tinggi dunia, “the World Summit on Sustainable Development”, di Johannesburg, Komisi Eropa mengeluarkan komitmen keras terhadap pembalakan liar dan yang berhubungan dengan perdagangan kayu yang ditebang secara illegal. Untuk pelaksanaan komitmen tersebut, “FLEGT Action Plan” kemudian dibuat pada bulan Mei 2003.
Rencana Tindak Uni Eropa
“The Action Plan” adalah suatu response Uni Eropa terhadap masalah global dari pembalakan liar dan perdagagan hasil hutan. “The Action Plan” memberikan bantuan pembangunan sebagai salah satu hal utama yang dianggap mampu mempengaruhi perdagangan kayu illegal dan hasil hutan lainnya. “The Action Plan” membuat suatu serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk memberantas masalah pembalakan liar. Hal tersebut termasuk diantaranya adalah sebagai berikut:
• Mendukung peningkatan tata kelola pemerintahan dan peningkatan kapasitas di
Negara-negara penghasil kayu
• Membangun Kerjasama Kemitraan Sukarela dengan Negara-negara penghasil kayu untuk
mencegah produksi kayu illegal (pada saat sekarang jenis produksi yang dicakup
seluruh dunia adalah kayu bulat, kayu gergajian, kayu lapi, dan vinir) untuk masuk
pasar Uni Eropa
• Mengusahakan penurunan konsumsi Uni Eropa terhadap kayu yang ditebang secara
illegal dan tidak menganjurkan investasi oleh lembaga-lembaga Uni Eropa yang
mendukung pembalakan liar.
“EC-Indonesia FLEGT Support Project” harus dilihat sebagai bagian dari “EU FLEGT Action Plan”. Setelah berakhirnya proyek “Illegal Logging Response Centre Project (ILRC)” dan refleksi terhadap pencapaian-pencapaian yang diperoleh proyek tersebut, “EC-Indonesia FLEGT Support Project” telah dibuat berdasarakan diskusi-diskusi dengan pihak-pihak terkait seperti Departemen Kehutanan, progam-program kehutanan dari anggota-anggota Negara Uni Eropa dan beberapa LSM lokal yang aktif di sektor kehutanan. Anggota misi dari Uni Eropa telah pula memberikan presentasi terhadap proyek ini di Indonesia.
Lebih spesifik, “EC-Indonesia FLEGT Support Project” bertujuan untuk mendukung tujuan-tujuan dari “the Action Plan” dengan menyediakan suatu kumpulan kegiatan-kegiatan untuk membantu Pemerintah Indonesia dalam rangka memberantas pembalakan liar. Proyek ini memfokuskan dalam penanganan akar permasalahan yang bertanggung jawab terhadap pembalakan liar. Selanjutnya pembangunan dan penerapan prinsip-prinsip dari pengelolaan hutan secara lestari melalui tata kelola pemerintahan dan harmonisasi dari peraturan perundangan serta dialog diantara lembaga-lembaga yang berhubungan dengan sektor kehutanan dan perdagangan adalah komponen-komponen kunci dalam proyek ini.
Dikutif dr Forest Law Enforcement, Governance and Trade (FLEGT).
Selasa, 10 Juni 2008
Hutan Indonesia.....!!!
Posted by Senu57 at 09.58.00 Labels: Tentang Hutan Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar