Saat pertemuan bilateral Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Australia John Howard di ajang APEC di Sydney, beberapa waktu lalu, semua anggota kabinet yang menjadi peserta rombongan Presiden terlihat tersenyum puas. Bagaimana tidak, Indonesia mendapat bantuan AUS$30 juta untuk aksi penghutanan kembali (reforesting) di Kalimantan.
Dalam ajang yang sama, Yudhoyono berpidato soal kelestarian alam, mulai perlindungan hutan hingga terumbu karang. Presiden Bush lalu ikut memberi bantuan. Tak kurang dari US$20 juta digelontorkan untuk hutan Indonesia. Kita pun bisa bangga karena Desember nanti akan menjadi tuan rumah pertemuan PBB soal global warming, yang lagi-lagi berurusan dengan alam.
Tak berhenti di situ. Para istri menteri Kabinet Indonesia Bersatu juga akan menanam 10 juta pohon sebagai bagian dari rangkaian kebijakan pemerintahan Yudhoyono yang berencana menanam pohon 400 juta tiap tahun. Moral cerita, Indonesia ingin menunjukkan kesungguhan untuk memperhatikan alam yang belakangan ini menjadi isu internasional.
Tapi soalnya bukan di sana. Pelestarian alam kita bukan soal bantuan asing, tapi komitmen nyata disertai tindakan konkret. Indonesia sudah menjadi korban akibat kerusakan alam. Dan, itu disebabkan kelakuan korup pejabat yang kongkalikong dengan pembalak hutan. Gelar Papua Barat sebagai surga pembalak liar, banjir, dan longsor di berbagai daerah karena gundulnya hutan, telah membuat kita memecahkan rekor.
Bertahun-tahun tak satu pun pembalak liar kelas kakap masuk bui. Yang paling anyar, Adelin Lis yang dituduh melakukan pembalakan liar (illegal logging) dan merusak hutan di daerah Mandailing, Natal, melalui beberapa perusahaannya, dinyatakan tak bersalah oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Medan. Setelah Adelin bebas, ia tak ketahuan rimbanya. Empat representasi pemerintah, yakni Menteri Kehutanan, Polri, Kejaksaan, dan Pengadilan, kini saling tuding.
Barangkali untuk terlihat serius soal kejahatan lingkungan ini, Mabes Polri bilang sedang menyiapkan tuduhan kejahatan pencucian uang (money laundering). Polri juga segera berusaha menahan Adelin kembali. Tapi, anehnya, sehari setelah diputuskan tak bersalah, si raja hutan dari Sumatera Utara ini sudah hilang. Apa artinya? Rencana penggerebegan oleh tim Mabes Polri dan Polda Sumut untuk menahan Adelin pasca vonis sudah bocor! Kalau anak muda bilang,"Lagu lama!".
Lalu, apa kita juga bisa berharap bahwa kejaran Polisi untuk menangkap Adelin Lis dengan tuduhan money laundering (pencucian uang) sukses? Menurut UU No. 15/2002, yang diubah dengan UU No. 25/2003, yang dimaksud "pencucian uang" adalah "perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membaca ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah" (Pasal 1 ayat 1, UU No. 25/2003).
Merujuk ke sana, artinya harus dibuktikan dulu kejahatan pidana yang dilakukan Adelin, baru tuduhan pencucian uang ini bisa berhasil. Jika Polisi ingin menahan uang Adelin karena diyakini hasil illegal logging, maka harus dibuktikan dulu ia memang seorang pembalak liar atau kekayaannya diperoleh dari hasil kejahatan. Kini, bagaimana mau menangkap Adelin? Wong dia tak terbukti bersalah, kok. Sebanyak 182 negara konon sudah diminta Polri untuk membantu--semoga bukan sekadar untuk menghibur hati publik.
Maaf, Pak Polisi, bukan bermaksud mengecilkan usaha Anda mengejar pembalak liar, tapi memang upaya Polri boleh jadi panjang dan berliku. Tak main-main, dalam kasus ini Polri harus berhadapan dengan Menteri Kehutanan yang selalu membela Adelin. Surat Menteri Kehutanan yang ditujukan pada pengadilan juga bukan dianggap intervensi.
Polisi menganggap Adelin Lis pembalak liar, Menteri Kehutanan mengatakan bukan. Anak buah Presiden Yudhoyono sibuk bertengkar, pembalak liar jalan terus. Kelestarian alam dan perlindungan hutan tinggal tebaran janji.
Senin, 12 November 2007
Membalak Hutan, Siapa Takut???????
Posted by Senu57 at 15.47.00 Labels: Dikutif dari Rosianna Silalahi, Pemimpin Redaksi Liputan 6
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar