Telah dijelaskan bahwa dalam sejarah perkembangan peradabannya, manusia semula selalu bersahabat dengan alam. Rumah tempat tinggal manusia yang dekat dengan hutan, akan akrab dengan flora dan fauna. Sedangkan yang tinggal dekat dengan laut sangat akrab dengan deburan ombak, hembusan angin, hutan pantai dan bakau. Namun dengan berkembangnya pemukiman dari desa yang kecil dan sederhana menjadi kota yang besar dan kompleks mengakibatkan terjadinya pelepasan diri manusia bahkan ada kecenderungan untuk "menghancurkan" hutan. Hasilnya baru kemudian dirasakan adalah menurunnya kualitas lingkungan hidup.
Beberapa kota besar telah membangun dan mengembangkan hutan kota untuk mengantisipasi masalah tersebut di atas, namun ada juga pembangunan hutan kotanya masih dalam tarap perencanaan.
Fraksi Karya Pembangunan DPRD Tingkat I Bali pada tanggal 25 April 1991 telah mengajukan pertanyaan kepada Pemerintah Daerah Tk I tentang rencana pembangunan hutan kota di propinsi Bali. Juru bicara fraksi tersebut lebih lanjut menegaskan bahwa jangan sampai tanah sudah habis dibangun, baru mencari tanah untuk hutan kota (Pedoman Rakyat, 25-4-1991).
Pada tanggal 2 Mei 1990 Wahana Lingkungan Hidup Indonesia juga mempertanyakan tentang realisasi pembangunan hutan kota di Jakarta. Target penghijauan di Jakarta baru terealisasi 10% saja (Kompas, 26-10-1990). Padahal menurut rencana luasan lahan yang harus dihijaukan adalah sekitar 40% dari luas 650 km2. Menurut Rencana Induk 1965-1985 (tahun 1977) luasan lahan yang harus dihijaukan di Jakarta adalah 23.750 Ha (Kompas, 26-10-1990). Pada kenyataannya taman-taman di Jakarta sebanyak 181 dari 394 taman telah berubah fungsi menjadi lokasi pedagang kaki lima, gardu listrik, pompa bensin dan kantor RW (Suara Pembaruan, 2-5-1990).
Soeriatmadja dalam Seminar Penghijauan Kota yang diselenggarakan oleh Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung dan Pikiran Rakyat menyatakan tahun 1961 kota Bandung yang luasnya 8.098 Ha terdiri dari taman alam dan buatan seluas 3.431 Ha. Namun setelah 20 tahun kemudian hanya tinggal 716 Ha saja (Suara Pembaruan, 29-1-1991). Perhitungan yang dilakukan berdasarkan pendekatan kebutuhan oksigen berdasarkan Rumus Gerakis pada tahun 1988 di Kotamadya Bandung mestinya sudah harus tersedia penghijauan sebesar 5.093,61 Ha (Ryanto, 1989).
Beberapa hambatan yang dijumpai dan sering mengakibatkan kurang berhasilnya program pengembangan hutan kota antara lain:
1. Terlalu terpaku kepada anggapan bahwa hutan kota harus dan hanya dibangun di lokasi yang cukup luas dan mengelompok.
2. Adanya anggapan bahwa hutan kota hanya dibangun di dalam kota, padahal harga lahan di beberapa kota besar sangat mahal. Harga tanah misalnya di Jakarta di kawasan Jl. Jend. Sudirman Rp. 5,5 juta/m2, di Jl. Gatot Subroto Rp. 3,5 juta/ m2 dan di kawasan Jl. Rasuna Said Rp. 2,2 juta/m2 (Suara Pembaruan, 7-11-1990).
3. Adanya konflik dari berbagai kepentingan dalam peruntukan lahan. Biasanya yang menang adalah yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Karena hutan kota tidak mempunyai nilai ekonomi yang tinggi, maka lahan yang semula diperuntukkan bagi hutan kota, atau yang semula telah dibangun hutan kota, pada beberapa waktu kemudian diubah peruntukannya menjadi supermarket, real-estate, perkantoran dan lain-lain.
4. Adanya penggunaan lain yang tidak bertanggung jawab seperti:
- Bermain sepak bola,
- Tempat kegiatan a-susila,
- Tempat tuna wisma,
- Pohon sebagai tempat cantolan kawat listrik dan telepon,
- Pangkal pohon sering dijadikan sebagai tempat untuk membakar sampah,
- Sebagai tempat ditancapkannya reklame dan spanduk.
- Vandalisme dalam bentuk coretan dengan cat atau goresan dengan pisau.
- Gangguan binatang : anjing, kucing, tikus dan serangga.
Beberapa upaya penanggulangan yang dapat dilakukan untuk mengatasi hambatan- hambatan tersebut di atas antara lain:
1. Hutan kota dapat dibangun pada tanah yang kosong di kawasan : pemukiman, perkantoran dan industri, tepi jalan, tikungan perempatan jalan, tepi jalan tol, tepian sungai, di bawah kawat tegangan tinggi, tepi jalan kereta api dan berbagai tempat lainnya yang memungkinkan untuk ditanami.
2. Pengukuhan hukum terhadap lahan hutan kota. Dengan demikian tidak terlalu mudah untuk merubah kawasan ini menjadi peruntukan lain.
3. Pembuatan dan penegakan sanksi bagi siapa yang menggunakan lahan hutan kota untuk tujuan-tujuan tertentu di luar peruntukannya.
4. Sanksi yang cukup berat bagi siapa saja yang melakukan vandalisme.
5. Melindungi tanaman dengan balutan karung atau membuat pagar misalnya dari bambu, agar binatangtidak mudah masuk dan merusak tanaman.
Masalah hutan kota yang paling mendasar hingga saat ini adalah : (1) dukungan dari penentu kebijakan, (2) dukungan finansial, (3) dukungan masyarakat, dan (4) tenaga ahli. Oleh karena itu untuk memperoleh keberhasilan pembangunan dan pengembangan hutan kota di Indonesia dukungan-dukungan seperti yang telah disebutkan di atas perlu disempurnakan secara sungguh-sungguh.
Ilmu hutan kota merupakan suatu disiplin ilmu yang relatif baru, namun sangat perlu dan segera harus dikembangkan, karena mempunyai keuntungan antara lain:
1. Melalui penyuluhan hutan kota kepada masyarakat dapat disampaikan tentang pentingnya menciptakan lingkungan hidup di perkotaan yang sehat, indah, bersih, nyaman dan alami, sehingga dapat dijadikan sebagai komponen pelengkap dalam mewujudkan kemajuan, ketahanan dan masa depan bangsa Indonesia. Usaha penataan kota seperti yang telah dilakukan oleh beberapa kota seperti : Jakarta, Bandung, Surabaya dan beberapa kota besar lainnya diharapkan akan berjalan lebih pesat lagi dan dapat diikuti dengan beberapa kota lainnya.
2. Turut mengembangkan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di perkotaan.
3. Sebagai salah satu bukti nyata tentang keterlibatan disiplin ilmu kehutanan dalam memecahkan masalah lingkungan global.
4. Menciptakan lapangan kerja baru bagi sarjana kehutanan dan lulusan sekolah dibawahnya.
5. Turut serta dalam menangkal kampanye Anti Penggunaan Kayu Tropis.
6. Turut mensukseskan program kunjungan wisata ke Indonesia.
7. Mengubah persepsi masyarakat barat yang tidak tepat.
8. Membantu pemerintah dalam program udara bersih (PRODASIH)
Sabtu, 14 Agustus 2010
ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN DALAM MEMBANGUN HUTAN KOTA
Posted by Senu57 at 10.24.00 Labels: Tentang Hutan Kota Di Indonesia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar